Rabu, 30 Maret 2016

KENALI GAYA BELAJAR ANAK, MENINGKATKAN POTENSI ANAK

Dewi Ulfah Arini
rumahtumbuhkembang.blogspot.com


GAYA BELAJAR SISWA
Mengenal siswa lebih Dekat

Apakah kita sebagai seorang pengajar pernah mendengar curahan hati sesama rekan mengenai anak didiknya yang seringkali bandel dan nakal, tidak mau mdengarkan dan cuek dengan informasi dari guru, bahkan guru seringkali tidak dihiraukan oleh mereka. Atau bahkan, mendengar guru yang tertakjub-takjub karena anak siswanya seperti tidak mendengarkan tapi jika ditanya ‘nyambung’ dan menjawab dengan benar, atau anak yang kalem dan penuh perhatian didalam kelas dan seringkali menjadi panutan bagi teman-temannya. 
Aneka ragam perilaku dan dinamika sikap dan tindakan anak yang memaukau tersebut tidak lepas dari model belajar anak yang akan dibawanya hingga dewasa kelak. Oleh sebab itu, perlu bagi Orangtua dan guru serta siswa dalam mengenali dan memahami perilaku anak yang ajaib tersebut. Hal ini untuk menghindari adanya “labelling” atau tindakan yang tidak sesuai bahkan penekanan terhadap anak. Tidak hanya itu, dengan memahami perilaku yang dinamis dan berbeda tiap harinya menjadi cara para orangtua dan guru dalam mencari solusi secara kretif. Fenomena saat ini adalah, banyaknya orangtua yang seringkali memaksakan cara belajar dia kepada anak, padahal belum tentu sama dan sesuai dengan gaya-nya mereka. Sebelum saya memahami ini, sering muncul konflik saya dan anak saya sehingga saat belajar panasnya bisa sampe 100 derajat dan seringkali saya memaksakan ini kepada anak saya. Thanks God, saya berusaha mencari suapay bisa berbagi informasi kepada anak-anak lainnya. 
Orangtua dan guru dipaksa untuk melakukan pengembangan baik pola pengajaran dan kognisi sehingga tidak hanya terfokus pada satu metode saja. Bahkan saat ini, guru dipaksa untuk menguasai mengajar baik secara penglihatan dan pengamatan anak mudah dipahami, aktif memberikan pengajaran dan eksperimen secara sederhana kepada anak sehingga anak mudah memahami konteks dan teori materi yang akan disampaikan. Dengan begitu, pihak pengajar dan orang tua bisa saling mengenali dan memahami anak dari hati ke hati.
Saya akan menjelaskan secara rinci dengan gaya bahasa pribadi mengenai gaya belajar ini. Namun jika ada hal yang tidak sejalan mohon dilakukan perbaikan agar wawasan dan khasanah pengetahuan kita bisa berkembang. Kita bisa melihat gaya belajar kita sendiri, dimanakah anak kita atau bahkan dimana kah kita ? 

Gaya belajar anak pada dasarnya dibagi 3 yaitu :

  1. GAYA BELAJAR VISUAL
dengan ciri-ciri : 
  • Saat memberikan penjelasan mata lebih banyak melihat ke atas.
  • Berbicara dengan lamban dan lugas namun tepat sasaran
  • Belajar dengan menggunakan penglihatan agar mudah dipahami
  • Lebih banyak mengamati jalan dan gerak gerik guru, ekspresi guru, penekanan guru
  • Seringkali memilih duduk untuk didepan karena lebih bisa melihat observe guru dalam belajarnya.
  • Tidak mudah terganggu oleh keributan saat belajar, fokus dan konsetrasi penuh
  • Ia lebih mengingat pada hal yang dilihatnya daripada didengar atau dilakukan olehnya
  • Membaca dengan cepat dan tekun dan fokus dengan bacaan hingga tuntas
  • Tahu akan hal yang akan diuraikannya namun tidak pandai dalam memilih kata-kata
  • Lebih suka menulis daripada harus menguraikan secara kata-kata dan secara langsung
  • Seringkali meminta oranglain untuk mengulang informasi yang disampaikan

2. GAYA BELAJAR AUDITORIK 
- Pola belajar dengan menggunakan pendengaran dan lebih suka mendengar daripada melihat sehingga tampak cuek dan kurang peduli dengan lingkungan sekitar
  • Saat berbicara lebih suka melihat kekanan dan kekiri
  • Bicara dengan santai dan tampak kurang antusias
  • Media pendengaran sebagai cara dalam belajar ( Media Telinga)
  • Pola belajar dengan tanya jawab dan diskusi secara verbal karena Ia lebih suka mendengarkan informasi yang disampaikan
  • Lebih cepat paham dengan tone dan nada sehingga dalam belajar seringkali menggunakan musik dan dengan lagu-lagu yang didengarkan
  • Konsentrasi dan fokus meski ada suara berisik dan mengganggu
  • Pola menghafalkan adalah dengan mengeraskan suara dan mendengarkan musik.
  • Berbicara dengan fasih dan lantang serta cepat dengan artikulasi yang jelas
  • Ia lebih tertarik dengan gurauan lisan daripada membaca komik

3. GAYA BELAJAR KINESTETIK
  • Belajar dengan media kinestetik atau menyentuh, gerakan dan aktivitas langsung dan kegiatan percobaan
  • Dalam berkomunikasi lebih banyak melihat kebawah dan berbicara dengan pola yang lebih lambat dan mendayu-dayu
  • Belajar dengan media gerakan, menyentuh dan melakukan aktivitas secara langsung
  • Sulit untuk duduk diam selama berjam-jam dan lebih suka berkeliling dari satu tempat ketempat lain dalam belajar
  • Seringkali menjadi trouble maker dalam kelas padahal sebenarnya Ia melakukan eksplorasi dalam kelasnya
  • Ia tidak suka belajar dengan diam dan berjam-jam, hal ini bisa menyiksannya dan menjadi tekanan bagi anak.
  • Lebih santai untuk beristirahat selama 2 menit setelah melakukan pembelajaran
  • Ia fokus dan tidak mudah terganggu oleh keributan dan konsentrasi secara prima
  • Pola pembelajaran melalui prkatek dan aktivitas secara langsung
  • Membaca dengan menunjuk dan menggunakan alat agar tetap fokus dengan bacaannya.
  • Menghafal sesuatu dengan cara melihat dan berjalan hilir mudik atau ditempat tertentu
  • Ia lebih suka untuk belajar dialam seperti kemping atau aktivitas outdoor sehingga tampak FUN dan HAPPY
  • Tidak suka berlama-lama duduk diam didalam kelas 
  • Ia hebat dalam bercerita dan menjelaskan hingga orang lain tertarik namun tidak bisa menuliskan secara menarik
  • Ia suka mengikuti aktivitas aksi tubuh saat menjelaskan satu hal yang dibacanya sehingga tampak menarik
  • Ia menyentuh oranglain untuk mendapatkan perhatian mereka dan kata-kata yang mengandung aksi.

Dengan uraian mengenai Gaya belajar tersebut diatas. Yang manakah ciri khas dari anak kita? Tidak ada yang salah ketika anak kita berbeda dengan kita karena manusia dilahirkan secara UNIK dan BERBEDA. Manusia sejatinya adalah SATU individu yang saling bersinergikan diri dengan LINGKUNGAN. Mereka dipaksa untuk mampu menyesuaikan dengan lingkunagn namun CIRI KHAS mereka tetap sama. Oleh sebab itu, sebagai Orangtua dan Guru, mulailah untuk memahami anak kita satu persatu dan Cobalah kita BELAJAR karakter GAYA BELAJAR anak sehingga bisa memberikan prestasi dan kenyamanan anak dalam belajar.

Salam SAHABAT


Tiem Tobeeconslt.

Sabtu, 26 Maret 2016

PERUSAHAAN IBARAT AYAH DAN ANAK

Ditulis kembali oleh Dewi Ulfah Arini, MM. Psikolog

Perusahaan itu Ibarat ayah dan Anak. mengapa demikian? Ayah yang menaungi dan menanamkan budaya dan nilai dalam organisasi agar tetap berjalan dengan baik. Ayah yang memberikan Visi dan Misi bagi perusahaan agar tetap pada jalur dan prosedur yang berlaku.

Tidak jarang, Ayah akan memberikan hukuman ketika anak (employee) mengalami kesalahan. Ayah tidak segan-segan untuk menberikan arahan dan bimbingan kepada anak agar dapat menciptakan satu kreativitas dan inovasi yang gemilang yang dapat memberikan citra positif terhadap organisasi.

Gambaran tersebut tidak hanya mengenai organisasi, tetapi juga mewakili dalam keluarga. Saat level "Top Manajement" (orangtua) memberikan arahan kepada anak.

Menariknya kita akan menemui berbagai macam karaktek/sikap tiap anggota tim. Begitupula kita menhadapi anak-anak kita, banyak karakter yang perlu Ayah hadapi dan tangani supaya kedepannya tidak salah dalam melangkah dan memberikan tindakan. 

Diperlukan pendekatan/kemampuan yg sesuai agar dapat menjalankan akifitas perusahaan/lembaga/keluarga.
Bisa jadi kita menjadi salah satu sikap di bawah ini, 

1. orang yg selalu mendukung apapun keputusan yg dibuat (baik benar ataupun salah)

2. orang yg tidak pernah setuju apapun keputusan yg dibuat, karena bukan dirnya yg memutuskan.

3. orang yg tdk pernah mendukung keputusan, karena tdk hadir dlm rapat.

4. orang yg pasif, tidak  bekerja jk tidak diminta bekerja.

5. orang yg aktif bekerja walau tidak diminta karena aq tw tujuan organisasi.

6. orang yg skeptis, tetap mlkkan pekerjaan tp tdk sepenuh hati.

7. orang mendukung keputusan sepanjang sejalan dg pendapatnya.

8. orang yg mendukung keputusan jika didukung mayoritas anggota.

Oleh karena itu, perlu bagi kita baik sebagai ayah dan anak dalam melihat berbagai sisi dan karakter sebelum kita menentukan sikap. Karena, ayah yang baik pasti akan memberkan dukungan dan batasan kepada anak supaya mereka tidak salah langkah. Begitupula, anak yang baik adalah anak yang selalu melihat dampak dari setiap masalah yang diterima. Pandai dalam bersikap dan memikirkan dampak diri dan keluarga atau dampak pada unit dan organisasi secara luas. 

Salam HR dan Family

Dewi Ulfah

Rabu, 23 Maret 2016

BAHAYA GADGET BAGI PERKEMBANGAN ANAK

                                      Ditulis kembali Oleh Dewi Ulfah Arini, MM. Psikolog

Perkembangan zaman yang kian pesat memaksa setiap manusia untuk menyesuaikan diri dengan tekonologi yang ada. Tidak terkecuali Orang tua dan Anak. Mereka dipaksa untuk mengikuti situasi dari Booming-nya teknologi sehingga seringkali muncul stigma jika tidak memiliki atau memahami gadget akan telindas oleh zaman. Mereka menjadi orang terpinggirkan yang pada akhirnya secara perlahan tapi pasti terbuai didalamnya. Bahkan, tidak tertutup kemungkinan tiap harinya mereka terpapas oleh Gadget baik usia tua dan muda. Hal ini tidak hanya berpengaruh terhadap perkembangan secara mental dan psikologis namun juga dari sisi fisik. Banyak penelitian yang mengemukakan mengenai dampak dan efek baik jangka pendek dan panjang terhadap anak. Dikhususkan anak karena, mereka makhluk yang paling rentan dan resisten akibat dari peran orangtua dan lingkungan yang menyebabkan anak banyak mengalami gangguan atau perkembangan yang kurang baik. 

Oleh sebab itu, Asosiasi Dokter Anak Amerika Serikat dan Kanada (the American Academy of Pediatrics) menekankan anak usia 0-2 tahun tidak boleh terpapar gadget sama sekali. Hal ini tentunya bukan tanpa alas an. Ada bukti kuat bahwa anak yang sudah terpapar dengan layar sebelum usia 2 tahun, akan mengalami gangguan pengelihatan, defisit perhatian, gangguan dalam perkembangan bahasa, membaca, penurunan kemampuan konsentrasi dan daya ingat jangka pendek (edukasi yang berasal dari gadget tidak akan lama bertahan dalam ingatan anak-anak), adiksi, serta resiko lebih tinggi untuk terpapar radiasi. Tidak ditemukan munculnya kata-kata baru yang dipelajari dari program video yang dirancang untuk meningkatkan kosa kata anak usia 12-18 bulan (Penelitian DeLoache dkk pada tahun 2010). Dengan demikian, pendekatan pendidikan melalui gadget tidak akan efektif bagi mereka.

Fakta lain dari Tomopoulos (2011) mengatakan bahwa stimuli yang didapat anak usia di bawah 3 tahun dari layar belum dapat mereka pahami. Stimuli dari layar tidak dapat memberikan interaksi dua arah sehingga anak tidak dapat belajar membaca ekspresi, dan yang terpenting merasakan afeksi dari lawan bicaranya melalui nada bicara dan bahasa tubuh; padahal anak-anak terlahir untuk berinteraksi dengan manusia dan belajar melalui interaksi tersebut. Dari beberapa hasil penelitian di atas dapat disimpulkan bahwa no gadget at all untuk anak di bawah 2 tahun.

Jadi, bagaimana solusinya?
Pada usia 0-2 tahun, menurut Piaget, anak berada pada tahapan sensorimotor. Pada tahap ini, anak sedang mengembangkan seluruh panca indranya, belajar dari gerak rekfleks, mempelajari bahasa pertama, belajar berbicara, belajar berjalan, mempelajari kebiasaan baru serta melakukan trial and error. Masa ini membutuhkan stimulasi agar berjalan dengan optimal. Gadget memang menjadi salah satu alat dalam memberi stimulasi namun hanya pada bagi penglihatan dan pendengaran, sementara anak punya sensori lain yang juga butuh dikembangkan. 

Stimulasi merupakan kunci utama dalam proses pertumbuhan anak pada usia 0-2 tahun, Dari hasil penelitian Martha Farah, Direktur Center for Neuroscience and Society di the University of Pennsylvania, menyimpulkan bahwa stimulasi kognitif anak akan memiliki dampak signifikan jika anak distimulasi menggunakan buku, mainan yang mendidik dan alat musik yang nyata. Itu karena si kecil bisa mengenal langsung huruf, warna, angka secara langsung tanpa perantara layar kaca. 

Selain itu Farah dan timnya juga menyimpulkan bahwa anak akan lebih lancar berbahasa jika distimulasi mengunakan benda-benda yang nyata. Penelitian yang dilakukan Farah ini juga didukung oleh penulis buku anak Jamie Loehr, MD dan Jen Meyers. Menurut mereka anak-anak pada usia batita memerlukan interaksi yang berasal dari orang tua dan pengasuh untuk merangsang otak mereka.

Mereka menyarankan untuk perkembangan kognitif anak usia 0-12 bulan, orangtua disarankan untuk lebih sering membacakan dongeng supaya mereka terbiasa dengan suara. Selain itu anak juga harus dibiasakan bermain dengan cermin sehingga mereka bisa melihat wujud dan gerakan mereka sendiri. 

Selain itu orangtua juga dapat menstimulasi anak dengan memperdengarkan lantunan ayat suci Al-quran, lagu-lagu untuk memperkenalkan beragam hal, bacaan doa, dll. Perbanyak sentuhan dan pelukan untuk mengembangkan emosional anak.

Apa yang bisa orang tua lakukan apabila anak sudah terlanjur mengenal gadget?
1. Membuat kesepakatan dengan anak mengenai durasi dan aturan menggunakan gadget
2. Memberikan jadwal anak boleh mempergunakan gadget
3. Perbanyak waktu bermain bersama anak yang menyenangkan baik indoor maupun outdoor misal dengan berenang, bermain air, ke taman, ke kebun binatang, dll
4. Alihkan kegemaran anak dari gadget ke buku. Bacakan cerita, mendongeng, atau berjalan-jalan ke perpustakaan meski anak belum bisa membaca bahkan belum mengenal buku
5. Hindari penggunaan gadget di depan anak karena bagaimanapun anak akan meniru apa yang diperlihatkan orang tua pada anak. 

Diatas semua upaya tersebut, selalu sadari bahwa anak adalah amanah Tuhan yang dititipkan pada kita. Sudah menjadi tanggungjawab kita untuk menjaga dan merawatnya selalu. Semoga kita senantiasa dikuatkan dan diberi petunjuk hingga saatnya nanti dikembalikan pada Pemiliknya. 

Sumber: Yayasan Kita dan Buah Hati